Soal Pemekaran, Yulius Miagoni : DPR RI Jangan Bagi Papua Seenaknya

2f522d12-5006-4236-9d93-ab75c50195c7

Keterangan gambar : Anggota DPR Papua, Yulisu Miagoni. (Foto : Tiara)

JAYAPURA, Potret.co – Terkait adanya persetujuan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU)  Pemekaran atau Pembentukan Tiga Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua yang baru-baru ini disetujui, ditanggapi Anggota DPR Papua, Yulius Miagoni.

Menurutnya,  Tanah Papua adalah tanah yang diberkati oleh Tuhan, sehingga jangan seenaknya membagi Papua seperti memotong roti lalu dibagi-bagi.

“Saya minta Baleg DPR RI dan anggota DPR RI utusan Papua jangan bagi tanah Papua ini dengan seenaknya, kayak potong roti dengan semudah itu,” kata Legislator dari Jalur Pengangkatan Wilayah Adat Meepago ini, Senin (11/4/2022).

Menurutnya, aspek untuk membagi provinsi tidak bisa berdasarkan wilayah adat, sehingga hal itu bisa saja menjadi masalah di kemudian hari.

“Meskipun bisa dibagi berdasarkan administrasi pemerintahan, tapi tetap berhubungan dengan wilayah adat. DPR RI jangan menggunakan hak legislasinya seenaknya,’’ ucapnya.

Semestinya, kata Yulius, DPR RI memiliki tugas untuk menjaring aspirasi sebagai tugas inti.  Setidaknya minimal mendapatkan laporan atau informasi dari DPR provinsi, Pemprov Papua dan Majelis Rakyat Papua atau MRP yang harus didengar.

‘’Papua milik semua orang, bukan milik DPR RI. Jangan seolah-olah Papua milik DPR RI atau tokoh – tokoh yang minta pemekaran.  Papua itu milik bersama atau semua orang. Oleh karena itu, pendapat atau aspirasi itu harus didengar,” tegas Yulius Miagoni.

Apalagi, kata Yulius, ada beberapa daerah yang sudah terbukti dipaksakan pemekaran, padahal DPR RI membagi wilayah itu tanpa dasar, tanpa data dan kajian yang jelas.

Dia mencontohkan ketika DPR RI memberikan angin segar untuk  Provinsi Irian Jaya Tengah di Timika, Kabupaten Mimika saat itu, padahal sebelumnya Mimika adalah pecahan dari Kabupaten Fakfak. Sedangkan, kebanyakan tokoh politik, pemerintahan, gereja ada di Nabire, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Puncak dan Puncak Jaya.

“Saya bukan bermaksud menolak Timika jadi ibukota, tapi kajian pemahaman DPR RI tidak sampai kesana, sehingga orang dari kabupaten lain merasa pemekaran bukan dari Timika. Itu akhirnya bisa jadi masalah, bahkan terjadi perang suku disana, hingga mengakibatkan 9 orang meninggal dunia saat itu,” ungkapnya.

Yulius kembali mengingatkan agar pemekaran di Papua jangan sampai menyisakan masalah. Sebab, jika terburu-buru atau dipaksakan, maka perang bisa hidup kembali dan itu menjadi kegagalan dari DPR RI.

“Mereka seenaknya duduk dan berbicara di Jakarta. Mereka bicara seenaknya bahwa Nabire masuk ke Saireri. Bisa saja itu tidak masalah, tapi cuma pertanyaannya caranya bagaimana Nabire bisa masuk ke Saeriri ? Apakah pemerintahannya dibawa kesana atau orang-orangnya dibawa ke sana?,’’ kata Yulius.

Bukan hanya itu, lanjut Yulius Miagoni, tapi juga termasuk Kabupaten Pegunungan Bintang masuk ke Tabi, namun orang Tabi tidak mau. Padahal, lanjut dia, orang Pegunungan Bintang juga merasa tidak mau masuk ke Tabi maupun Papua Selatan, mereka ingin berdiri sendiri.

Dia menegaskan bahwa semestinya DPR RI datang dan berdiskusi dengan DPR Papua dan Pemerintah Provinsi Papua, meski ada pejabat yang minta pemekaran.

“Semestinya aspirasi yang masuk itu harus konsultasikan ke kita lebih dahulu. Kalau masyarakatnya minta mekar, ya dimekarkan. Tapi, kenyataannya kan banyak yang menolak pemekaran, bahkan ada yang korban. Namun, mereka tidak memperdulikan hal itu,’’ ucapnya. (Tia)